Kamis, 30 Desember 2010

Bahasa Indonesia

CARA MEMBEDAKAN FAKTA DAN OPINI

Membedakan Fakta dan Pendapat

Bacalah bacaan berikut!
" JALUR AMAN MUDIK LEBARAN "
Arus mudik lebaran, setiap tahunnya, lebih padat ketimbang Tahun Baru. Betapa tidak. Karena seluruh lapisan masyarakat ikut ambil bagian dalam mudik lebaran ini. Sementara itu, pada Tahun Baru hanya kaum “berduit” yang merayakannya sambil pergi ke luar daerah Mudik memang sudah jadi kebiasaan masyarakat kita pada setiap lebaran tiba. Menurut data dari Pemda DKI, hampir 50 % penduduk DKI yang kini berjumlah 9,7 juta jiwa akan mudik ke darahnya masing-masing. Angka ini meningkat 7 % dari jumlah pemudik tahun lalu
Dari jumlah itu, 1,25 juta jiwa diantaranya akan mudik berlebaran menggunakan jasa angkutan umum, seperti bus kereta api. Sementara sisanya, sekitar 3, 75 juta jiwa menggunakan kendaraan pribadi. Angkutang umum yang mengangkut pemudik, menurut Organda DKI, berjumlah 2.490 kendaraan. Kendaraan milik anggota organda sendiri sebanyak 1.540, sedangkan sisanya kendaraan yang disediakan oleh Perum PPD dan Masyarakat Bakti.
Dari perkiraan jumlah tersebut bisa dibayangkan betapa akan macetnya beberapa ruas jalan yang akan dipakai pemudik di Jabar, Jateng, dan Jatim. Apalagi antisipasi untuk menangkal kemacetan lalu lintas terkesan tidak digarap secara serius.
Di beberapa ruas jalan yang rawan kemacetan pada tahun lalu , diperkirakan akan terjadi lagi. Di antaranya di ruas jalan utara Cikampek – Cirebon – Semarang. Seperti sudah sering terjadi, di ruas jalan ini kemacetan diperkirakan mencapai puncaknya pada tiga hari menjelang lebaran dan tiga hari sesudah lebaran.
Karena itu, baik Ditlantas Mabes Polri maupun Departemen Perhubungan, menyarankan para pemudik untuk mengambil jalan-jalan alternatif yang kondisinya tak kalah baiknya. Misalnya, setelah keluar pintu Tol Cikampek, alternatif menuju Semarang tak harus melewati jalur utara. “pilihlah jalur selatan”, tegas Soejono. Lebih jauh Dirjen Perhubungan Darat itu mengungkapkan, upaya untuk mencegah terjadinya kemacetan di jalur utara antara lain dengan menutup sementara arus lalu lintas yang datang dari timur menuju ke barat.
Arus dari timur kemudian dialihkan untuk sementara melalui rute selatan. Ada beberapa alternatif untuk mengalihkan arus lalu lintas ini. Pertama, dari Semarang menuju Tegal, selanjutnya ke Slawi – Ketanggungan – Ciledug – Kuningan – Cikijing – Majalengka – Kadipaten – Bandung – Jalan Cagak – Cikampek , kemudian lewat tol menuju jakarta. Alternatif kedua, dari Semarang langsung ke Yogyakarta – Purworejo – Banjar – Ciamis – Tasikmalaya – Leles – Nagrek – Bandung – Ciawi, kemudian masuk tol menuju Jakarta.


Setelah membaca bacaan tersebut, maka tentukan fakta, opini dan kesimpulan.
Dimana :
Fakta merupakan kejadian nyata yang benar-benar terjadi.
Opini merupakan sesuatu yang bersifat pendapat mengenai sesuatu dan belum tentu benar.


Cara Menemukan Tema dan Pesan Syair Serta Implementasinya 9.1

Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Menemukan tema dan pesan syair yang diperdengarkan
Kamu tentu pernah mendengarkan pembacaan syair. Syair merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat terkenal. Syair berasal dari kesusastraan Arab, dari kata syu’ur yang artinya perasaan.
Ciri-ciri syair, antara lain sebagai berikut

  1. Setiap bait terdiri atas empat baris.
  2. Setiap baris terdiri atas 8 sampai 14 suku kata.
  3. Semua baris merupakan isi.
  4. Syair bersajak aaaa.
  5. Setiap bait syair tidak dapat berdiri sendiri.
  6. Biasanya, setiap baris terdiri atas empat kata.
Dengarkan pembacaan penggalan syair berikut ini!

               Syair Abdul Muluk

Berhentilah kisah raja Hindustan,
Tersebutlah pula suatu perkataan,
Abdul Hamid Syah paduka Sultan,
Duduklah baginda bersuka-sukaan.
Abdul Muluk putra baginda,
Besarlah sudah bangsawan muda,
Cantik menjelis usulnya syahda,
Tiga belas tahun umurnya ada.
Parasnya elok amat sempurna,
Petah menjelis bijak laksana,
Memberi hati bimbang gulana,
Kasih kepadanya mulya dan hina.

”Syair Abdul Muluk” menceritakan kisah seorang putra raja Hindustan yang bernama Abdul Muluk. Dia adalah putra Abdul Hamid Syah. Abdul Hamid Syah sangat bergembira melihat anaknya sudah cukup dewasa. Pada saat mencapai usia tiga belas tahun, ia tampak sudah sangat dewasa. Selain pemikirannya yang cemerlang, parasnya yang tampan, ia juga sangat bijak dalam menghadapi banyak persoalan sehingga banyak orang yang mengagumi dan menyukainya. Tema ”Syair Abdul Muluk” adalah kisah putra raja yang bijak. Pesan atau amanatnya adalah hendaklah kita menjadi orang yang bijak dan baik
budi agar dicintai sesama.

Cara Menemukan Unsur-Unsur Cerpen dan Implementasinya 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Menemukan tema, latar, dan penokohan, pada cerpen-cerpen dalam satu kumpulan cerpen]


Cerpen

Cerpen adalah sebuah cerita yang singkat, padat, dan jelas. Singkat karena hanya terdiri atas ± 10.000 kata, padat karena akan memuat peristiwa-peristiwa inti dalam cerita, dan jelas karena tetap akan kita temukan akhir penyelesaian dari peristiwa-peristiwa yang membangun cerita.
Unsur pembangunan dalam cerpen terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang berasal dari dalam tubuh karya sastra, yang meliputi tema, alur, karakteristik, setting, sudut pandang, amanat. Unsur ekstrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang iktu mempengaruhi kahadiran suatu karya sastra, seperti faktor sosial, ekonomi, budaya, politik, keagamaan, dan tata nilai masyarakat.

Contoh cerpen.
" RADIO MASYARAKAT "
Kehendak zaman?.........Semangat baru?........Ya, barangkali buat Tuan...Bagi saya belum terpikirkan........
Masih mendengung-dengung perkataan itu dalam telinga dokter Hamzah. Seakan-akan diucapkan perlahan-lahan. Seperti seorang pembicara di muka sidang ramai yang menekankan kata-katanya satu persatu, agar lebih meresap ke dalam kalbu pendengarnya. Sayup-sayup suara itu mendatang. Tertahan-tahan, tetapi terang dan tidak ragu-ragu.Kata-kata yang diucapkan oleh kuswari tadi, tatkala ia datang ke kamarnya untuk, katanya, diperiksa sakit badannya. Kuswari mengeluh panjang-panjang. Seolah-olah dengan demikian hendak ia lemparkan segala beban yang memberat, hendak ia lepaskan segala kepegalan yang menghimpit sukma. Dokter Hamzah meletakkan alat-alat pemeriksanya. Kus disuruhnya mengenakan bajunya kembali. Sementara ia berjalan-jalan di dalam kamar yang sedang besarnya itu. Habis segala ilmunya digunakannya. Habis segala kecakapannya dilepaskannya. Pendapat akhir tetaptak beralih. Kus tak kurang apa-apa. Badannya dalam deadaan sehat. Sepanjang ilmu kedokteran.
Tetapi dimana letak pangkalnya segala-gala ini ? Mengapa Kus semacam ini ? atau mestikah di sini dicari sebabnya dalam ilmu psikiatri lagi? Kus sudah berdiri kembali di hadapannya menantikan kata keputusannya. Sikapnya seperti seorang yang telah menyerah. Pandangannya lindap, bahkan kabur. Kepalanya tunduk. “Ya, Kus, engkau tak kurang apa-apa. Engkau sehat, tak ada obat yang dapat kuberikan tetapi....”
Ia berhenti sebentar. Ada yang dipikirkannya. Kus antara cemas dan harap. Kemudian dengan tersenyum kata dr Hamzah pula. “tetapi ada juga obat yang dapat kuberikan. Obat yang kalau dikatakan bersahaja, mahal juga didapatkan. Kus, kau harus kisarkan pandangan hidupmu. Itulah satu-satunya obat mujarab bagi penyakitmu. Kau mesti mencoba mengetahui apa kehendak zaman. Mesti mencoba mendalami semangat baru, itu tak mudah. Tapi aku percaya, kau pandai mencari dan menimbang sendiri. Buat sementara rasanya tak perlu kuterangkan kepadamu. Cari dulu. Nah, Kus nanti kita bicarakan lagi.”
Sejurus Kus terdiam. Tetapi perlahan-lahan seakan-akan bertukar cahaya mukanya, cahaya yang tak dapat disifatkan lebih jauh. Bibirnya menggelung ejek. Cepat-cepat berhamburan katanya. “Kehendak zaman? Semangat baru? Ya, barangkali buat Tuan. Bagi saya belum terpikirkan.” Cuma itu saja ia berpaling, lalu terus meninggalkan dr. Hamzah, lupa ia menabik hatinya pedar!.
Dari : Gema Tanah Air : Prasa dan Puisi Karya HB Yasin
Pada Pelajaran 1 kamu telah mengikuti kegiatan menceritakan kembali isi cerpen. Tentunya, kamu telah banyak membaca cerpen. Kamu akan dapat memperoleh cerpen dari kumpulan cerpen. Cerpen yang dimuat dapat berasal dari satu pengarang dan juga dapat merupakan karya dari beberapa pengarang. Setiap pengarang pada umumnya memiliki kekhasan
gaya bercerita yang membedakan dengan pengarang yang lain, misalnya dalam memilih tema, melukiskan penokohan, menampilkan latar, penggunaan gaya bahasa, dan mengungkapkan amanat. Bacalah dengan cermat cerpen dalam kumpulan cerpen Rindu Ladang Padang Ilalang karya M. Fuadi Zaini berikut ini

1. Cerpen ”Warisan”

                                                       WARISAN

Barham betul. Ia punya hak atas sebagian harta yang cukup banyak itu. Kira-kira empat sampai lima miliar rupiah.
“Lumayan kan, Mas?” katanya padaku.
“Bukan lumayan lagi,” kataku. “Untuk ukuran saya, itu sudah luar biasa. Maklum, saya kan tidak kaya seperti Anda.” Ia tertawa, mungkin senang dan bercampur bangga. Aku pun tersenyum.
“Tapi masalahnya tak semudah yang kita kira,” katanya kemudian agak kendor.
“Kenapa?”
“Begini. Ternyata kakak saya itu bangsat juga, bahkan bangsat besar. Harta itu ia kuasai sendiri. Ia tidak mau membaginya menurut hukum waris. Dan saya hanya dijatahnya tiap bulan tak lebih dari delapan ratus ribu. Adik
perempuan saya lebih sedikit lagi.”
“Lumayan juga .”
“Lumayan bagaimana? Apa artinya uang segitu dibanding dengan keuntungan yang ia peroleh tiap bulan dari harta yang belasan miliar itu? Tiap bulan ia dapat puluhan atau mungkin ratusan juta.”
“Lalu?”
“Ya, tak ada lalunya. Sampai sekarang pun saya sudah kawin dan punya dua orang anak, saya masih juga dijatah segitu.” Aku tak habis mengerti. Bagaimana seorang kakak memperlakukan adik-adiknya demikian. Begitu tega ia menguasai sendiri harta warisan dari ayahnya. Adik-adiknya hanya dijatahnya dengan jumlah yang tidak begitu
banyak.
* * *
Barham betul. Ia punya hak penuh atas harta bagian warisannya itu. Dapat dimengerti kalau ia sampai begitu jengkel dan marah. Semua itu ia lampiaskan di hadapanku.
“Bahkan ibu saya, ibunya sendiri ia jatahi juga seperti seorang anak kecil.”
“Terlalu, “ kataku.
“Terlalu sekali,” sambungnya. “Kalau sedikit saja ia punya rasa perikemanusiaan, ia tak akan berbuat begitu. Tak usahlah kita bicara tentang rasa keagamaan atau iman atau yang semacamnya. Saya kira ia sudah buta
tentang itu.”
Sekali lagi Barham memang betul. Ia melampiaskan semua itu di hadapanku. Tetapi, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku tidak punya kekuasaan yang bisa memaksa kakaknya itu. Aku hanya salah seorang teman
dekatnya. Walau kami pernah belajar di luar negeri dulu, Barhan memang pernah tinggal satu flat denganku. Ia seorang yang baik dan cukup cerdas.
Hanya saja ia agak penggugup dan penakut. Kabarnya karena ayahnya amat keras kepada anak-anaknya, termasuk Barham. Mungkin jiwa Barham tidak begitu kuat menghadapi guncangan-guncangan itu. Hal itu tampak jelas dalam gerak-gerik dan perilaku Barham sehari-hari.
* * *
Contoh-contoh dapat banyak kita temukan. Kalau Barham, misalnya, kusuruh cepat-cepat mendaftar masuk universitas, dengan serta-merta ia menolak dengan berbagai macam alasan.
“Nanti, tahun berikutnya saja, Mas,” katanya padaku.
“Kenapa?” tanyaku
“Saya harus memperkuat bahasa dulu.”
“Saya kira sekarang sudah cukup. Dan itu dapat terus diperbaiki dan disempurnakan sambil jalan.”
“Wah, itu yang saya tidak sanggup.”
“Kenapa tidak?”
“Ya, begitulah. Lebih baik saya tangguhkan dulu.”
“Teman-teman dari Eropa, Jepang, dan Afrika, bahasa mereka sudah cukup baik dengan hanya belajar rajin dalam waktu beberapa bulan saja. Kenapa kita harus menghabiskan setahun lebih hanya untuk itu?”
Namun ia tetap tidak mau. Sebenarnya, ia hanya kurang berani. Tatkala sudah masuk universitas pada tahun berikutnya, kuliahnya juga agak tersendatsendat. Dekat-dekat waktu ujian, ia sudah sakit. Sakitnya macam-macam. Saya kira sebenarnya hanyalah karena faktor psikologis. Ia takut menghadapi ujian-ujian itu dan agaknya ia dapat pelarian yang cukup aman dengan jalan sakit itu.
* * *
Tatkala suatu kali, ia dapat telegram bahwa ayahnya meninggal, langsung ia mau ambil keputusan pulang.
“Tapi kembali lagi kan?” tanyaku serius.
“Tidak, Mas,” katanya. “Saya tak akan kembali lagi.”
“Lantas studimu ditinggalkan?”
“Ya, apa boleh buat.”
“Kan sayang sekali, setahun lagi Anda dapat tamat.”
“Tak apalah. Saya harus pulang dan membereskan harta warisan dari ayah saya. Ayah saya meninggalkan warisan yang cukup banyak.”
* * *
Memang sayang sekali ia tidak melanjutkan studinya. Namun, aku tidak dapat memaksanya. Aku hanya seorang teman dekatnya. Kami pun berpisah. Cukup lama juga kami berjauhan satu sama lain. Manalagi ia jarang sekali
menulis surat. Namun sayup-sayup, aku masih dengar juga berita tentangnya dari teman-teman yang lain.
Waktu aku pulang, ia cukup sering datang ke rumahku. Tak lain yang dilampiaskannya hanyalah soal harta warisan itu. Tampaknya penyakit gugup dan takutnya sudah agak banyak berkurang sekarang. Ia sudah kawin dan punya anak dua yang mungil-mungil.
“Lantas bagaimana rencana Anda menghadapi soal warisan itu sekarang?” tanyaku dengan nada mau ikut cari jalan keluar. Ia diam beberapa saat, seperti sedang berpikir berat dan kemudian mau mengatakan sesuatu, tapi tampaknya ragu-ragu.
“Katakan saja kalau ada sesuatu yang mau dikatakan,” kataku lagi.
“Sebetulnya, saya sudah punya rencana yang sudah lama saya pikirkan. Saya sudah nekat mau melaksanakan hal itu. Hanya saja saya ragu-ragu mengatakannya kepada Mas, mungkin Mas tak akan setuju.”
“Apa itu?”
“Saya mau santet kakak saya itu.”
“Membunuhnya?”
“Tak ada jalan lain, saya kira.”
“Kan begitu itu tidak boleh dalam agama?”
“Dan yang ia perbuat, apa termasuk dibolehkan?”
Aku mencoba mendinginkannya. Kukatakan, tujuan baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Kalau ada orang gila, kita tak usaha ikut-ikut gila, kataku. Ia masih tetap ngotot. Lantas ia bercerita. Bahwa sebelum itu, ia telah berusaha menempuh jalan baik dan damai. Seorang ustad ia minta untuk menasihati kakaknya agar mau membagi harta warisan itu. Kabarnya, menurut ustad itu, kakaknya sudah punya itikad baik untuk melaksanakannya. Namun, setelah sekian lama ia tunggu-tunggu, tak suatu apa pun terjadi. Kembali ia
memanggil ustad itu untuk menasihati lagi kakaknya. “Insya Allah berhasil,” kata ustad. Namun, yang diharapkan tak pernah juga terjadi.
“Ustad itu hanya mengeruk duit saja,” umpatnya padaku.
“Berapa yang ia ambil?”
“Lima ratus ribu. Itu tarif dia dan tak dapat ditawar-tawar. Harus bayar di depan lagi.”
“Ia yang menentukan?”
“Siapa lagi? Ustad apa namanya kalau begitu, Mas?”
“Mungkin ustad calo duit.”
“Bahkan akhirnya ia bicara kecil begitu: kalau saya bersedia memberinya satu miliar dari bagian warisan yang akan saya terima, ia bersedia mengurusnya sampai tuntas. Hebat nggak? Saya pura-pura nggak ngerti saja.”
Cukup prihatin juga melihatnya. Ia tunjukkan kepadaku daftar kekayaan warisan ayahnya itu. Sejumlah toko besar yang terletak di sebelah jalan utama. Sejumlah rumah mewah dengan segala macam perabotnya. Semua itu disewakan atau dikontrakkan. Sejumlah sawah dan perkebunan kopi, kapal laut pengangkut barang dan orang, dan masih banyak lagi. Kagum juga aku dibuatnya. betapa kayanya sang ayah, ini menurut ukuranku, sampai mempunyai harta yang beraneka ragam itu. namun setelah kematiannya, anak-anaknya jadi bersengketa.
“Begini saja,” kataku seperti menemukan sesuatu.
“Bagaimana kalau dituntut saja melalui pengadilan?” Ia tiba-tiba saja tertawa.
“Pengadilan?” katanya dengan nada sinis.
“Ya, kenapa?”
“Sudah juga, Mas. dan menemui kegagalan dan jalan buntu. sebab semua oknum yang berkaitan dengan pengadilan itu sudah tersumpal semua mata dan mulut mereka dengan hanya beberapa juta untuk masing-masing. Kakak saya sudah menyogok mereka semua, hingga semua berpihak kepadanya. Malah saya yang lantas sesudah itu mau disalahkan dan diuber-uber. Hampir saja saya kewalahan dalam hal ini. Bayangkan, saya yang tak bersalah malah diuber-uber terus.”
“Lalu?”
“Ya terpaksa juga saya sumpal polisi yang selalu nguber saya itu, walau tidak dengan jutaan, apa boleh buat.”
“Jadi, saling main sumpal dari sana dan sini,” kataku sambil tersenyum.
“Yang enak yang di tengah-tengah, yang menerima sumpal itu.”
“Dunia sudah benar-benar sinting. Enak dulu waktu masih jadi mahasiswa di luar negeri kan? Tiap harinya hanya pergi kuliah, dan tiap bulan terima beasiswa. Beres, tanpa memikirkan masalah-masalah yang jungkir balik dan
absurd.”
* * *
Lalu diceritakannya padaku tentang kegiatan kakaknya belakangan ini. ia baru saja selesai bikin sebuah masjid yang cukup besar, tak jauh di seberang jalan di depan rumahnya. Juga tiap tahun ia pergi naik haji bersama seluruh keluarganya. Tiap hari kopiah hajinya tak pernah lepas dari kepalanya. Dan sebuah tasbih cukup besar dan panjang selalu dibawanya ke mana-mana.
“Yang begitu itu toh hanya ngibuli agama dan orang awam saja kan? Kalau ia betul-betul ikhlas menjalankan agama, kan ia harus baik terhadap sesamanya dan terutama sekali terhadap adik-adiknya. Dan harus
melaksanakan hukum waris yang sudah ditentukan juga oleh agama kan? tapi ia menjalankan semua itu hanya untuk kedok belaka. Sementara batinnya penuh keserakahan dan kebusukan.”
“Tapi Tuhan kan tak dapat ditipu?”
“Betul. Tapi Tuhan juga belum mau menolong saya, walau saya dalam keadaan teraniaya. Hampir tiap hari saya salat tahajud, minta agar harta bagian warisan saya itu benar-benar saya miliki. tapi hasilnya nol belaka.”
“Hm, Anda ternyata juga kurang ikhlas. Salat dan yang semacamnya itu memang bagian tugas kita, bukan untuk minta-minta harta. Minta saja keselamatan dunia dan akhirat dengan penuh tulus dan ikhlas, itu sudah
mencakup semuanya. Dan jangan melupakan usaha nyata tentunya. Itulah kewajiban kita.”
Ia masih tampak sebal juga. Dan tak habis-habisnya mengomeli kakaknya dan dunia sekelilingnya yang sudah ia anggap sinting dan gila itu. Ia pulang. Sebelum keluar pagar halaman, sempat kukatakan padanya agar ia
melupakan saja rencananya untuk menyantet kakaknya itu. Ia hanya diam dan tak memberikan komentar. Lama ia tidak muncul lagi ke rumah. Ada barangkali lima minggu. padahal biasanya paling tidak seminggu sekali ia
datang. Aku juga tidak begitu mempedulikannya. Sampai suatu pagi tiba-tiba ia datang seperti terburu-buru dan terengahengah.
“Celaka Mas, celaka besar!”
“Ada apa?” tanyaku.
“Kakak saya.”
“Ya, kenapa?”
“Tadi malam tiba-tiba ia datang ke rumah saya dengan keluarganya. Katanya, belakangan ini ia selalu kedatangan ayah kami dalam mimpi dan selalu dimarah-marahi. ia mulai jadi takut dan mulai jadi sadar.”
“Berita gembira?” Ia mengangguk kecil, tapi wajahnya kelihatan hambar dan malah sedih.
“Kalau begitu, senyum dong. kan itu bukan sesuatu yang celaka.”
“Tapi, tapi benar-benar celaka!”
“Apanya? Kan tak lama lagi Anda akan jadi seorang konglomerat!”
“Ya, tapi ...”
“Tak usah susah dengan harta yang cukup banyak itu. kalau diperlukan, saya bersedia jadi sekretaris anda. kan dapat juga kecipratan!”
“Bukan itu, Mas.”
“Tak usahlah. kita bergembira saja, bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan petunjuk kepada kakak Anda, hingga terbuka hatinya ke jalan yang benar.”
“Ya, tapi ..., tapi saya telah melakukannya.”
“Melakukan apa?”
“Saya ... telah suruh santet kakak saya semalam sebelum ia datang ke rumah. Saya tidak tahu.”
“Apa?” aku terbelalak seketika.
Tidak tahu aku apa yang mesti kulakukan. Aku hanya terhenyak lemas di atas kursi. Dalam benakku, aku hanya berdoa mudah-mudahan santetnya itu tidak mempan atau tidak mandi. itu saja.
2. Cerpen Suminten

                                                                    SUMINTEN

Suminten mau membuka seluruh bajunya di hadapanku. Kukatakan tidak usah.
“Kan Bapak harus liat semua bekas pukulan itu.”
“Tapi tak perlu semuanya. Yang saya lihat sudah cukup meyakinkan.” Ia membetulkan lagi bajunya, lalu duduk.
“Sudah berapa lama kerja sama dia?”
“Setahun lebih.”
“Ya. Kalau tidak dipukuli, paling tidak dicaci maki habis-habisan. Saya seperti tak ada harganya lagi.”
“Oo, ya, Nona siapa?”
“Howeida.”
“Memang belum kawin?”
“Kawin sih sudah, nikah barangkali yang belum,” ia sambil tersenyum. Aku pura-pura kurang memperhatikan. Dapat juga ia melucu dan sedikit nakal. Kusuruh seorang pembantuku untuk membelikan sarapan. Setelah
kutanya ia bilang, sejak dari tadi ia belum makan pagi.
* * *
Kadang-kadang aku memang jengkel juga menangani hal-hal yang seperti itu. Sebenarnya itu bukan tugasku. Tapi karena apartemenku hanya beberapa puluh meter dari kantor, aku yang selalu kebagian getahnya. Hari ini hari libur. Biasanya aku tidur sampai agak siang. Namun tadi pagi masih cukup gelap bel pintuku sudah berdering-dering terus. Bukan itu saja. Karena aku purapura tidak mendengar dan membiarkan bel itu terus berbunyi, akhirnya pintuku juga digedor. Aku bangkit dan membuka pintu.
“Ada apa sih, pagi-pagi buta begini?” kataku jengkel.
“Maaf Tuan, saya terpaksa gedor pintu Anda. Seperti biasa, seorang TKW melarikan diri. Ia ketakutan sekali, dan sebaiknya Anda datang menemuinya walaupun hanya sebentar.”
“Fakih tidak ada?”
“Sudah saya telepon tadi. Tapi kata pembantunya, ia sekeluarga sudah berangkat ke luar kota.”
“Pak Gatot?”
“Juga sama.”
Busyet! Pikirku sambil menggerutu sendiri. Tentu mereka ke pantai. Tak ada sempat lagi dalam musim panas begini. Karena aku satu-satunya yang ada dalam satu kantor, akulah yang dipanggil. Penjaga itu memang tak salah, ia hanya menjalankan tugas.
* * *
Seperti biasa, aku datang sambil bersungut-sungut. Menyuruh orang itu duduk di kursi berhadapan denganku. Tanya namanya, Suminten. Mengapa lari dari majikan, ia bilang, sudah tak tahan lagi karena selalu dicaci maki dan dipukuli. Sudah berapa lama tiba di sini? Baru beberapa bulan. Sebelumnya di Jedah. Di sana semua saudara majikannya juga memukulinya. Bangsat! Pikirku, manusia mereka anggap seperti anjing saja mentang-mentang mereka punya duit berlimpah. Gaji selalu dibayar penuh? Kalau soal gaji sih baik, tetapi sekali lagi saya selalu dipukuli. Lalu ia membuka lengannya, pertama yang kanan,kemudian yang kiri. Menyusul kemudian bahu, lalu punggung, lalu betis kanan dan kiri. Tambah ke atas, lutut, ke atas sedikit, lalu ia mau membuka seluruh tubuhnya dengan begitu polos seperti seorang bocah. Kukatakan tidak usah. Bekas-bekas pukulan itu memang jelas sekali dan seperti juga mengiris-ngiris kulitku. Kusuruh ia istirahat dulu di sebuah kamar di basement kantor yang memang sering digunakan untuk itu, setelah kubelikan makan pagi.
* * *
Aku kembali ke rumah untuk melanjutkan sedikit lagi tidurku yang terganggu tadi. Kasihan juga, pikirku. Usianya yang sudah tidak dapat dikatakan muda lagi, tubuhnya yang agak kurus kering dan wajahnya yang begitu melas dan kuyu. Aku ingat ibuku. Sebelum kutinggalkan kantor, kukatakan kepada seorang pembantuku bahwa tak seorang pun boleh menemuinya. Kalau majikannya datang atau siapa pun menanyainya, suruh ia tunggu di ruang tamu, sampai aku datang. Biarkan perempuan itu istirahat secukupnya. Aku pun ingin istirahat juga.
Satu jam kemudian bel pintuku berdering lagi. Paling-paling pembantuku di kantor itu datang lagi. Betul, ia sudah berdiri di situ tatkala pintu kubuka.
“Majikannya datang,” katanya padaku singkat.
“Mau mengambil perempuan itu?”
“Maunya begitu, tapi saya suruh ia menunggu di ruang tamu.”
“Bagus.”
Aku sengaja berlambat-lambat mandi, sarapan, dan berpakaian. Hari ini dan besok adalah hari libur yang aku punya hak untuk menikmatinya. Baru satu jam kemudian, kutemui si majikan itu. Ia seorang wanita yang cukup
menawan, sekitar tiga puluhan usianya, bersama seorang pria yang kukira seorang lelaki Barat.
“Saya Howeida,” katanya memperkenalkan dirinya padaku tatkala kami salaman. “Ini teman saya, Richard.”
“Oo ya, apa yang dapat saya bantu untuk Anda?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Begini. Pembantu saya, Suminten, melarikan diri tadi pagi setelah mencuri sejumlah uang saya.”
“Betul. Ada kira-kira beberapa ratus pound yang ia curi.”
“Saya tanyakan dulu nanti sama dia.”
“Sebab, itu saya minta ia kembali ke rumah bersama saya.”
“Oo, itu yang tidak dapat. Ia tidak mau lagi kembali kepada Anda.”
“Kan ia pembantu saya? Saya telah membayarnya tiap bulan dan saya telah membayar segala sesuatu yang berkenaan dengan keberangkatannya kepada perusahaan yang mengelolanya di negeri Anda”
“Betul. Tapi, Anda telah memperlakukannya tidak manusiawi. Malah Anda telah menganggapnya lebih hina dari binatang. Anda telah memukuli seluruh bagian tubuhnya dengan semena-mena.”
“Itu tidak betul.”
“Ia telah memperlihatkan luka-luka tubuhnya kepada saya.”
Perempuan itu terdiam, wajahnya seketika berubah. Aku pura-pura tidak melihatnya.
“Tapi, babu itu harus kembali kepada nona ini dan Anda tidak boleh menahannya,” tiba-tiba si lelaki bernama Richard itu bangkit dari kursinya. Kuperhatikan sejenak lelaki jangkung dan tampan itu dari kaki sampai
kepala.
“Anda bukan suami nona ini kan?” kataku agak sinis.
“Hm, bukan.”
“Anda warga negara apa?”
“Amerika.”
“Anda tak ada urusan dengan saya dan Anda sama sekali tidak boleh ikut campur masalah kami. Ini urusan saya dengan nona ini!” kataku agak keras.
“Tapi … saya teman Nona Howeida.”
“Teman sih teman, tapi ikut campur sama sekali tidak. Saya dapat mempersilakan Anda keluar dari tempat ini kalau Anda berlaku tidak sopan lagi.”
Pelan-pelan lelaki itu duduk kembali. Bangsat! Pikirku, mentang-mentang dari negara adikuasa lalu merasa dirinya berhak mencampuri urusan semua orang. Betul-betul tidak tahu diri!
“Urusan begini sebaiknya Anda jangan bawa teman cowboy Anda itu ke mari,” lanjutku kepada si nona.
Perempuan itu hanya diam dan memberi isyarat sebentar dengan mataya kepada si jangkung.
“Lantas, dapat saya ketemu dengan pembantu saya itu?”
“Ia masih tidur,” kataku.
Memang ia masih tidur tatkala sesudah itu kuketok pintu kamarnya. Waktu sudah bangun, pertama-tama ia menolak untuk bertemu dengan majikannya itu. Tapi, setelah kukatakan bahwa aku akan menemaninya, ia mau.
“Tadi nona ini mengatakan, bahwa engkau telah mencuri uangnya. Betul?”
“Nona itu menuduh saya begitu?” katanya heran.
“Ya,” kataku. “Itu dikatakannya kepada saya.”
“Ya Gusti, ya Allah. Saya tidak pernah mencuri apa pun dari siapa pun selama hidup saya. Nona itu telah bohong besar!”
“Anda telah berbohong,” kataku pada nona itu. “Ia tidak mencuri uang Nona sepeser pun.”
Perempuan itu seperti tergagap oleh kata-kataku.
“Tapi … kenapa ia lari dari rumah di pagi buta begitu?”
“Sekali lagi ia tidak mencuri apa pun. Agaknya, Anda asal bilang saja.”
“Ya, kenapa ia lari dari rumah saya?”
“Karena ia tidak betah lagi hidup dengan Anda. Anda selalu menyiksa dan memukulinya tanpa perikemanusiaan.”
Agaknya, perempuan itu mulai layu sekarang dan tak setegar seperti tadi. Ketika kutanyakan nama lengkap dan alamatnya di sini, ia segera menjawab tanpa menaruh curiga apa pun.
“Tapi … saya dapat mengobatinya. Saya seorang dokter.”
“Kami di sini juga punya seorang dokter.”
“Dan saya … berjanji tak akan memukulinya lagi.”
“Ia sudah tidak mau lagi kepada Anda. Dokter kami dapat membuktikan dan menjadi saksi di pengadilan tentang penyiksaan itu. Saya dapat hari ini langsung ke kantor polisi melaporkan hal itu dan Anda dapat saya jebloskan
ke dalam penjara!” kataku keras dan tanpa berkedip.
“Oo, tidak, tak usah sampai ke sana!” perempuan itu tiba-tiba saja tertunduk pucat. Lama juga kami berdiam diri. Lelaki bernama Richard yang suka sok itu juga hanya diam dan memandangi perempuan itu dengan rasa iba. Setelah beberapa lama, nona itu mengangkat wajahnya dan katanya:
“Dapat saya berbicara empat mata dengan Tuan?”
Aku tidak segera dapat memutuskan. Mungkin, perempuan itu telah begitu ketakutan dan menyesali apa yang pernah ia lakukan. Kukatakan kepada Suminten untuk sebentar menunggu di situ. Kuajak nona itu berbicara di
kantorku. Ternyata kedua mata perempuan itu telah berkaca-kaca tatkala ia mulai bicara lagi di hadapanku.
“Tak saya sangka semuanya akan berakhir begini,” katanya lirih. “Saya menyesal sekali atas segala apa yang telah pernah saya perbuat. Tak usahlah Anda menyeret saya ke polisi dan ke pengadilan. Saya berjanji tak akan
melakukannya lagi. Saya rela melepas Suminten pulang ke negerinya kalau memang itu yang ia inginkan. Saya bersedia membayar semua ongkos pulangnya, membayar semua gajinya yang tersisa walau ia tidak lagi bekerja
pada saya. Saya bersedia membayar ganti rugi atas semua perlakuan saya yang tidak pantas, dan saya juga bersedia membayar semua ongkos pengobatannya. Itu sama sekali tidak dapat saya bayangkan. Saya sangat
menyesal sekali, demi Allah, atas segala kelakuan saya yang tidak terhormat itu.”
Agaknya nona itu telah begitu menyesali dirinya. Kukatakan bahwa esok pagi kalau tak salah ada pesawat yang menuju Jakarta. Suminten dapat naik pesawat itu, kataku.
“Oo ya, telepon saja pesan tempat sekarang juga. Hm, apa ia akan bawa cek atau uang kontan saja?”
“Saya kira ia tidak mengerti apa itu cek dan sebagainya. Lebih baik uang tunai saja.”
“Kalau begitu siang nanti saya kembali lagi, saya tidak bawa uang tunai. Akan saya ganti lima ribu dolar untuk sisa gajinya, lima ribu dolar untuk kerugian moral yang ia derita dan lima ribu lagi untuk ongkos pengobatannya nanti. Saya tidak tahu apa itu cukup, tolong Anda katakan pada saya.”
“Mungkin sudah cukup. Tapi, akan saya tanyakan juga Suminten nanti. Ia yang punya urusan dalam hal ini.”
Meninggalkan kantorku dan ruang tamu juga, perempuan itu tak banyak bicara seperti semula. Ia tampak begitu murung dan menundukkan kepala. Ketika kutanyakan pada Suminten tentang jumlah uang yang ditawarkan, ia
hanya bilang:
“Cukup sekali, Pak. Kasihan, ia tampak sedih sekali tadi. Sebetulnya, ia saya anggap seperti anak saya sendiri.”
“Tak ingin tambah lagi?”
“Ah, sudah cukup. Oo ya, Bapak apakan ia tadi kok seperti lantas lunglai dan nurut sama Bapak?”
Aku tersenyum. Lalu kukatakan padanya dengan suara agak pelan, bahwa tadi ia telah kuancam untuk kujebloskan ke dalam penjara. Suminten tiba-tiba ketawa kecil cekikikan. Kasihan ah,” katanya. “Sebetulnya ia seorang yang baik. Mudah-mudahan juga semua perbuatannya yang lain menjadi baik juga. Ia datang ke sini untuk belajar lagi, untuk ambil spesialis. Itu yang pernah saya dengar dari salah seorang adiknya.”
* * *
Betul, siang itu sang nona cantik itu datang lagi, meski tidak bersama si Richard. Ia membawa uang tunai ratusan dolar dalam sebuah amplop dan diserahkannya kepadaku.
“Tak usah segan-segan,” katanya padaku.”Kalau uang ini memang masih kurang, katakan terus terang kepada saya.” Kukatakan terima kasih. Suminten juga telah saya tanya, kataku, dan ia bilang cukup. Perempuan itu juga menyerahkan sebuah tiket pesawat yang agaknya telah ia konfirmasikan.
* * *
Esok paginya kuantarkan Suminten ke bandara. Biasanya, aku tidak pernah mengantarkan seorang TKW yang pulang. Itu sama sekali bukan urusanku. Namun ini kurasa lain. Aku ingat ibuku.
“Uang sebanyak itu harap kausimpan baik-baik, misalnya di bank,” kataku padanya sebelum meninggalkan ruang tunggu.” Atau kaubelikan sawah atau kebun atau apalah yang berguna dan dapat berkembang.”
“Ya,” katanya
“Oo ya, memangnya Nona Howeida itu teman baik si Richard? tanyaku lagi.
“Kemarin siang lelaki itu tidak ikut lagi waktu Nona Howeida menyerahkan uang untukmu itu.”
“Tapi … Tuan Richard itu sering bermalam di flat Nona Howeida dan saya tahu sendiri mereka tidur dalam satu kamar.”
“Oo, ya?”
“Sebab itu saya katakan kemarin, mudah-mudahan kelakuan nona itu makin lama jadi makin baik. Semoga saja ia insaf, seperti sikapnya terhadap diri saya.”
“Dan yang jadi sopirnya, itu siapa?”
“Oo, itu sih Domo, orang sekampung saya, walau rumahnya terletak di seberang sungai. Ia juga …”
“Kenapa?”
Suminten ketawa kecil cekikikan, cukup lama juga.
“Ia …, ia juga suka dipanggil oleh si nona untuk menemaninya sebelum kenal Richard.”
“Oo, ya?”
Suminten ketawa cekikikan lagi, dan aku sengaja membiarkan ia tenggelam dalam cerita yang begitu menggelitikinya. Secara garis besar, cerpen M. Fudali Zaini tersebut bertemakan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan. Setiap cerpen mempunyai tema yang tidak sama. Tema cerpen dapat berupa kefanaan manusia, hubungan antarmanusia, dan bermacam penyakit psikososial yang diidap oleh banyak orang di Indonesia.
Penggunaan bahasa yang sederhana, seperti bahasa sehari-hari menjadikan cerpen mudah dipahami. Tokoh-tokohnya pun digambarkan secara sederhana, yaitu tokoh yang sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada nilai-nilai atau unsur kehidupan. Pada cerpen M. Fudoli Zaim pun terdapat nilai-nilai kehidupan, di antaranya nilai religi atau agama, nilai sosial budaya,
dan nilai pendidikan atau ajaran moral.


Cara Mengkritik Karya dan Implementasinya 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Mengkritik/ memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun
Karya seni adalah ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah bagi orang yang melihat, mendengar, atau merasakannya. Karya seni memang indah untuk dinikmati. Karya seni tidak hanya terbatas pada karya sastra, tetapi juga seni yang lain, seperti seni lukis, seni musik, dan seni ukir. Kamu tentu pernah melihat salah satu produk seni tersebut.
Secara sadar atau tidak, ketika melihat suatu produk seni, misalnya lukisan, kamu akan melakukan penilaian meskipun sekadar mengatakan “Wah, lukisannya bagus” atau ”lukisannya kurang bagus”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Kritik yang baik adalah apabila disampaikan dengan kalimat yang tepat dan santun serta
bersifat membangun. Oleh karena itu, kita harus dapat memilih kata yang tepat sehingga tidak menyinggung perasaan. Kritik bersifat membangun adalah kritik yang dapat membantu untuk berkarya lebih baik atau menjadi lebih baik lagi setelah mengetahui kekurangan dan kelebihan hasil karyanya.
Pujian merupakan pernyataan atau perkataan yang tulus akan kebaikan, kelebihan, atau keunggulan suatu hasil karya. Pada pembelajaran ini kamu akan berlatih untuk menyampaikan kritik dan pujian terhadap suatu karya. Sampaikan kritik dan pujian itu dengan wajar, dan tepat serta menggunakan bahasa yang lugas dan santun.
Perhatikan karya seni di bawah ini.



Cara Mengomentari Pendapat Dalam Dialog dan Implementasinya 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Mengomentari pendapat narasumber dalam dialog interaktif pada tayangan televisi/siaran radio
Pada Pelajaran 1, kamu pernah mempelajari dialog interaktif dan menyimpulkan isi dialog. Dalam sebuah dialog atau wawancara, ada pewawancara atau penanya dan narasumber sebagai sumber informasi. Narasumber tentu saja tidak boleh asal menjawab atau berpendapat ketika diwawancarai. Pendapat yang disampaikan pun harus cermat, objektif, dan dipikirkan secara matang sehingga mampu memberi jawaban yang dikehendaki. Seorang pendengar atau penanya pun hendaknya selalu bersikap kritis terhadap pendapat yang dikemukakan seorang narasumber.

Pada pembelajaran ini, kamu akan belajar mengomentari pendapat narasumber. Jika ada pendapat yang dinilai menyimpang dan bertentangan dengan logika masyarakat umum, kamu boleh memberikan tanggapan atau komentar dengan cara yang santun. Tutuplah buku kamu, dengarkanlah teks dialog yang akan dibacakan oleh teman kalian!

                        JANGAN PRIORITASKAN PERDAGANGAN DI ATAS KESEHATAN
Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu meminta Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) untuk sementara tidak mengumumkan produk makanan Tiongkok yang berformalin kepada masyarakat. Tujuannya adalah agar tidak mengganggu hubungan perdagangan kedua negara. Namun, tindakan itu mendapat reaksi keras dari Komisi IX DPR RI. Berikut petikan wawancara seorang wartawan dengan anggota Komisi IX dari Fraksi Golkar, Mariani Baramuli.

Bagaimana pendapat Anda soal larangan Mendag itu?
Kita harus melindungi masyarakat. Tidak boleh ada formalin dalam makanan kita. Itu sudah ada dalam ilmu pengetahuan. Makanan tidak boleh diberi formalin. Masyarakat berhak tahu. Saya minta pemerintah mengikuti track tersebut.

Apa pentingnya public warning?
Mengamankan semua produk makanan dari bahan berbahaya, tidak hanya dari Tiongkok.

Apa yang harus dilakukan BPOM dengan Iarangan public warning itu?
BPOM harus tetap mengumumkan kepada masyarakat. Jangan karena takut nilai ekspor kita menurun, lantas kita menafikan pentingnya kesehatan bagi rakyat. Mau berdagang silakan, tetapi standar kesehatan tetap harus diutamakan. Jangan hanya karena ingin perdagangan meningkat, kita biarkan rakyat sakit. Karena itu, produk tersebut betul-betul dilarang. Bukan karena berasal dari Tiongkok, tetapi ada kandungan berbahaya di dalamnya.

Bagaimana caranya agar masyarakat dapat menenali produk makanan yang mengandung formalin?
Gampang, lihat saja di label kemasan. Kalau disebutkan ada kandungan formaldehid, meskipun ibaratnya hanya 0,1 persen, ya, jangan dibeli.

Apakah kita memang harus tegas dengan risiko barang kita ditolak di Tiongkok?
Sekarang saya tanya Anda, pilih sehat atau sakit? Pilih cacat atau normal? Saya rasa, rakyat Tiongkok sendiri akan menolak jika tahu bahayanya formalin yang dimasukkan sebagai pengawet makanan. Maka, masyarakat kita dan Tiongkok juga harus diberikan pengertian yang sama bahwa formalin itu tidak boleh digunakan pada makanan.


Meresensi Buku

Sering kita jumpai berita yang berjudul “Timbangan Buku” atau “Resesnsi” dalam surat kabar, sepintas berita itu kurang diperhatikan pembaca. Namun bagi penulis yang gemar membaca mengenai timbangan buku ini sudah barang tentu tak akan dilewatkan begitu saja.
Resensi atau Timbangan Buku adalah berita yang memberikan penilaian suatu buku yang baru diterbitkan. Penilain apakah buku baru itu baik atau tidak untuk dibaca. Resentator/Penulis resensi dalam memberikan pertimbangannya pada sebuah buku yang baru diterbitkan harus memberikan ulasan-ulasan yang objektif mengenai hal-hal berikut :
  • Jenis buku
Jenis/bentuk buku itu apakah roman, novel, biografi, atau yang lain. Selain itu seorang resentator menyebutkan juga buku termasuk buku fiksi atau nonfiksi.

  • Keaslian ide
Buku itu apakah benar-benar merupakan karya asli dari pengarangnya atau merupakan jiplakan dari buku lain yang pernah terbit.

  • Bentuk
Bagaimana mengenai bentuk atau format dari buku itu. Apakah bentuknya, kertas, ilustrasi cover, jenis huruf yang dipakai, dan sebagainya.

  • Isi dan Bahasa
Dilihat dari segi isi, resentator perlu memperhatikan unsur-unsur intrinsiknya, yaitu tentang tema, alur, perwatakan, sudut pandang dan sebagainya.
Bahasa dalam buku itu dapat ditinjau dari segi sruktur kalimat, gaya bahasa/style, ungkapan dan lain-lain. Apakah bahasa yang digunakan memakai bahasa sehari-hari yang segar tidak menjemukan, mudah dimengerti oleh pembaca, dan sebagainya. Mudah dipahami atau sukar diterima pembaca. Pengujian materi mendapat perhatian juga dari resentator.

  • Simpulan
Akhirnya seorang penulis resensi harus dapat menyimpulkan, apakah buku itu baik dan perlu dibaca atau tidak.
• menulis data buku yang dibaca,
• menulis ikhtisar isi buku,
• mendaftar butir-butir yang merupakan kelebihan dan kekurangan buku,
• menuliskan pendapat pribadi sebagai tanggapan atau isi buku, dan
• memadukan ikhtisar dan tanggapan pribadi ke dalam tulisan yang utuh.
Membaca adalah kegiatan yang mendatangkan banyak manfaat. Dengan membaca, kamu akan memperoleh banyak informasi sehingga akan menambah pengetahuan. Informasi tentang buku baru sering dimuat di surat kabar atau majalah yang berupa artikel resensi. Tahukan kamu apa yang dimaksud resensi? Resensi adalah menilai atau menimbang kelebihan
dan kekurangan buku.

Sebuah resensi harus memuat hal-hal sebagai berikut.

1. Data buku atau identitas buku
a. Judul buku
    Jika buku yang akan kamu resensi adalah buku terjemahan, akan
    lebih baik jika kamu menuliskan judul asli buku tersebut.
b. Penulis atau pengarang
    Jika buku yang diresensi adalah buku terjemahan, kamu harus
    menyebutkan penulis buku asli dan penerjemah.
c. Nama penerbit
d. Cetakan dan tahun terbit
e. Tebal buku dan jumlah halaman
2. Judul Resensi
    Judul resensi boleh sama dengan judul buku, tetapi tetap dalam konteks buku itu.
3. Ikhtisar Isi Buku
Dalam meresensi buku, seorang peresensi harus menulis buku yang hendak diresensi. Ikhtisar adalah bentuk singkat dari suatu karangan atau rangkuman. Ikhtisar merupakan bentuk singkat karangan yang tidak mempertahankan urutan karangan atau buku asli, sedangkan ringkasan harus sesuai dengan urutan karangan atau buku aslinya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat ikhtisar isi buku adalah sebagai berikut.
a. Membaca naskah/buku asli
    Penulis ikhtisar harus membaca buku asli secara keseluruhan untuk
    mengetahui gambaran umum, maksud, dan sudut pandang pengarang.
b. Mencatat gagasan pokok dan isi pokok setiap bab
c. Membuat reproduksi atau menulis kembali gagasan yang dianggap
    penting ke dalam karangan singkat yang mempunyai satu kesatuan yang padu.
4. Kelebihan dan Kekurangan Buku
    Penulis resensi harus memberikan penilaian mengenai kelebihan dan
    kelemahan buku yang disertai dengan ulasan secara objektif.
5. Kesimpulan
    Penulis resensi harus mengemukakan apa yang diperolehnya dari buku
    yang diresensi dan imbauan kepada pembaca. Jangan lupa cantumkan
    nama kamu selaku peresensi.
Perhatikan contoh resensi berikut!
Judul : Pesona Barat: Analisa Kritis-Historis tentang Kesadaran Warna
Kulit di Indonesia
Penulis : Vissia Ita Yulianto
Penerbit: Jalasutra, Yogyakarta
Cetakan : 1, 2007
Tebal : xvii+170 halaman
                                              KETERPESONAAN “TIMUR” TERHADAP “BARAT

Definisi “cantik” kini sudah mengalami pergeseran makna. Idealisme kecantikan yang terdapat dalam kakawin-literatur pada zaman budaya Jawa, belum mempunyai hubungan atau kontak dengan budaya Barat menunjukkan kecantikan diasosiasikan dengan alam, seperti bunga, gunung, laut, dan padanan lainnya.
Di era 1980-an, perempuan Indonesia tersihir dengan kosmetik lokal yang menjanjikan kulit kuning langsat bak putri keraton. Kini, cantik dinarasikan dengan warna kulit yang putih, badan tinggi semampai, dan wajah Indo. Hal ini terepresentasi dengan munculnya berbagai iklan yang menawarkan produk pemutih kulit dan wajah Bagi masyarakat, khususnya perempuan Indonesia, memiliki kulit putih bukan semata-mata karena warna kulitnya saja, tetapi juga semua simbol yang melekat padanya: prestise, percaya diri, superioritas, dan dipandang sebagai satu representasi “Barat”.
Buku ini menyajikan sebuah konteks bagaimana kolonialisme Belanda, refeodalisme rezim Orde Baru, dan kapitalisme global menjadi sebuah sinergi dalam membentuk kesadaran tentang dan perilaku terhadap warna kulit di Indonesia kontemporer. Di bawah kolonialisme Belanda, politik diskriminasi dan pemaksaan budaya mengakibatkan berakarnya mentalitas inlander (konsep rendah diri) dalam masyarakat pribumi. Menganggap
“Barat” sebagai bangsa yang lebih unggul, merasa rendah diri di hadapan mereka, serta masih adanya mental inlander inilah yang dimaksud penulis sebagai keterpesonaan bangsa “Timur” yang “terjajah” terhadap “Barat”. (DEW/Litbang Kompas)
Sumber: Kompas, 26 Agustus 2007

Generasi pilihan.maryati

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
A. Menyimpulkan Isi Ceramah
Mendengarkan ceramah tidak hanya membutuhkan konsentrasi sepanjang ceramah berlangsung.Mendengarkan ceramah juga harus didukung kemampuan memahami dan mengambil simpulan tentang isi ceramah. Apalagi jika materi ceramah merupakan hal penting yang harus dikuasai. Termasuk juga kegiatan pembelajaran di kelas. Kadang masih ditemukan mata pelajaran yang disajikan dalam bentuk ceramah oleh guru. Pernahkah kalian menemui kesulitan ketika harus mengikuti ceramah? Apa saja kesulitan yang kalian temukan? Semoga kegiatan pembelajaran berikut akan banyak membantu kalian menjadi pendengar ceramah yang baik.
1. Mencatat Hal-hal Penting tentang Isi Ceramah
Materi ceramah memang biasanya berisi hal-hal yang penting. Namun, dari yang penting itu ada yang bisa dicatat sebagai hal inti yang merupakan pokok-pokok isi ceramah. Selain catatan tentang pokok-pokok ceramah itu sangat berguna, mencatat pada saat mendengarkan ceramah juga bisa menjadi sarana menjaga agar tetap konsentrasi terhadap ceramah.
2. Membuat Simpulan tentang Isi Ceramah
Pada akhir kegiatan mendengarkan ceramah, kalian harus dapat membuat simpulan tentang isi ceramah yang kalian dengarkan. Hal ini tentu dilakukan sebagai pengukur apakah ceramah yang disimak dapat dipahami atau tidak. Kegiatan menyimpulkan isi ceramah diawali dari hasil catatan pokok isi cermah yang telah kita buat, kemudian kita buat simpulannya.
B. Berceramah
Berceramah tak jauh berbeda dengan berpidato atau bentukbentuk penyajian lisan yang lain. Satu hal yang sedikit membedakan antara keduanya adalah pada ceramah tujuannya lebih fokus pada penjelasan atau penyampaian informasi yang sebelumnya belum diketahui oleh pendengarnya. Jadi, pada ceramah, benar-benar pendengarnya belum tahu dan sangat membutuhkan informasi yang diceramahkan, sedangkan pada pidato terkesan sekadar melengkapi acara dan isi pidatonya kadang diabaikan oleh pendengarnya.
Berlatihlah menjadi penceramah yang piawai, yang mampu mempengaruhi pendengar, dan sanggup memahamkan pendengar ceramah!
1. Merencanakan ceramah dalam bentuk garis besar ceramah
Sebelum melakukan ceramah, persiapan yang perlu dilakukan adalah membuat rencana ceramah dalam bentuk garis besar materi yang akan disampaikan. Hal ini mirip dengan berpidato dengan metode ekstemporan, yaitu berpidato dengan pedoman kerangka pidato. Garis besar isi sebuah ceramah adalah sebagai berikut.
a. Pembuka
Berisi sapaan kepada para peserta ceramah, menanyakan keadaan peserta ceramah, mengajak bersyukur, sampaikan ucapan terima kasih atas diberikannya kesempatan berbicara di depan para peserta, sampaikan harapan.
b. Pengantar menuju materi ceramah
Berisi penyampaian judul ceramah, isi materi yang akan dibahas, serta pentingnya materi tersebut dibahas dalam ceramah, perlu disampaikan juga metode ceramah, kapan peserta boleh bertanya, bagaimana prosedur penyampaian pertanyaan dan sebagainya.
c. Materi inti
Berisi penyampaian isi materi ceramah dengan uraian dan contoh sejelas-jelasnya sehingga peserta ceramah memperoleh kejelasan dan kepuasan setelah ceramah.
d. Simpulan ceramah
Sebelum ceramah diakhiri, sampaikan simpulan isi pembicaraan agar para peserta memperoleh satu pemahaman tentang materi yang diceramahkan.
e. Penutup
Jika sudah tidak ada pertanyaan atau permasalahan yang perlu dibahas dalam ceramah dan waktu yang disediakan untuk ceramah telah usai maka akhiri ceramah dengan mengucapkan terima kasih atas perhatian para peserta dalam mengikuti ceramah dan sampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dalam penyampaian ceramah.
2. Mencari pendukung materi ceramah
Memberikan ceramah merupakan kegiatan menjelaskan suatu materi kepada para peserta ceramah. Oleh karena itu, isi materi harus didukung dengan berbagai bahan pendukung, sumber referensi dan sumber materi yang lain. Berdasarkan topik yang dipilih, carilah materi pendukung selengkap mungkin.
3. Melatih keberanian dan kelancaran berceramah
Kunci sukses orang berbicara di depan umum adalah keberanian. Sebagus apa pun persipan yang telah direncanakan, jika tidak didukung dengan keberanian menyampaikan materi pembicaraan di depan umum, maka persiapan tersebut menjadi sia-sia dan tidak berarti karena ceramah akan menemui kegagalan.
C. Menemukan Adat, Kebiasaan, dan Etika Moral dalam Novel 20-30an
Masyakarat dan budaya adalah dua hal yang tak mungkin dipisahkan. Di mana berkembang sekelompok masyarakat, di situlah berakarnya budaya masyarakat tersebut. Hal itu berlaku pada masyarakat tempo dulu sampai masyarakat sekarang. Untuk mengetahui keberadaan budaya masyarakat tempo dulu, dapat kita lakukan melalui penelitian fakta sejarah. Salah satu fakta sejarah adalah hasil karya budaya tulis berupa karya sastra.
1. Adat dan Kebiasaan dalam Novel 20-30an Novel, yang dikenal dengan sebutan roman, sudah bisa kita temukan sebagai hasil karya masyarakat tahun 20-30an. Sejarah sastra mencatat beberapa judul novel kala itu sebagai berikut.
1. Judul : Azab dan Sengasara,
Karya : Merari Siregar
Penerbit : Balai Pustaka tahun 1920
2. Judul : Asmara Djaya
Karya : Adinegoro
Penerbit : Balai Pustaka tahun 1928
3. Judul : Kalau Tak Untung
Karya : Selasih
Penerbit : Balai Pustaka
4. Judul : Salah Asuhan
Karya : Abdul Muis
Penerbit : Balai Pustaka 1928
5. Judul : Siti Nurbaya
Karya : Marah Rusli
Penerbit : Balai Pustaka 1922
Judul-judul novel tahun 20-30an tersebut baru sebagian kecil sebagai contoh bahwa pada kurun waktu 20-30an budaya cerita prosa telah cukup berkembang di nusantara. Pada pembelajaran ini kalian dapat amati temuan berupa adat dan kebiasaan pada novel 20-30an. Tentu saja hal itu harus dilakukan dengan ketekunan kalian mecari lalu membaca novel-novel tersebut.
Contoh : Adat dan kebiasaan yang bisa ditemukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut.
1. Menikahkan anak secara paksa (jodoh dipilihkan orang tua) Aminudin dijodohkan dengan wanita bukan pilihannya
2. Harta merupakan pertimbangan dalam menjodohkan anak Mariamin berasal dari keluarga kurang mampu maka ditolak oleh keluarga Aminudin.
3. Poligami (laki-laki dengan istri lebih dari satu) Kasibun mengku perjaka ternyata telah beristri, dan Mariamin dijadikan isteri kedua.
4. Kebiasaan minum dan berjudi Sutan Baringin ayah Mariamin menjadi bangkrut karena kebiasaan berjudi dan minum.

2. Etika Moral dalam Novel 20-30an
Sejak dulu sampai sekarang etika moral selalu dijunjung orang sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk berbudi yang menjaga etika dalm kehidupan dengan sesama manusia. Begitu juga dengan kehidupan tokoh-tokoh dalam novel 20- 30an juga mencerminkan etika-etika moral yang berkembang pada masa itu.
Contoh: Etika moral yang dapat kita temukan pada novel "Azab dan Sengsara" sebagai berikut.
1. Anak sangat berbakti kepada orang tuanya Aminudin tak mencintai wanita pilihan orang tuanya namun tak berani menolak karena baktinya kepada orang tuanya.
2. Isteri sangat taat kepada suaminya Meskipun Mariamin ditipu oleh Kasibun yang mengaku perjaka, ia tetap berbakti kepada suaminya.
D. Menulis Surat Pembaca
Hal-hal yang secara nyata membedakan surat pembaca dari teks yang lain sebagai berikut.
1. Struktur
Susunan surat pembaca memang berbeda dari suratmenyurat biasa. Dalam surat pembaca alamat tujuan surat pembaca tidak ditulis dalam bagian tersendiri sebagaimana surat biasa. Namun demikian secara tersirat dapat diketahui surat pembaca itu ditujukan kepada siapa.
2. Gaya bahasa
Gaya bahasa surat pembaca sangat beragam, tergantung pada gaya masing-masing pengirim surat. Ada surat pembaca dengan gaya mempertanyakan, menyindir, mengimbau, bahkan ada yang menulis surat pembaca berbentuk puisi atau anekdot.
3. Kesantunan
Apapun gaya penyampaian dalam surat pembaca, yang tak boleh dilupakan adalah kesantunan. Entah itu kritikan, pertanyaan, usulan atau apa pun isinya sebaiknya disampaikan dengan penuh kesantunan agar tidak menyebabkan ketersinggungan pihak yang dituju.
E. Kebahasaan
1. Kalimat Majemuk Setara
Perhatikan contoh berikut! (a) Andika memetik mangga 3 buah. (b) Andika memberikan mangga itu kepada Cica. (c) Andika memetik 3 buah mangga lalu memberikannya kepada Cica.
Perhatikan kalimat (c), pada kalimat tersebut terkandung dua kegiatan yang dilakukan oleh orang yang sama. Karena subjek atau pelaku kalimat tersebut sama, maka cukup disebut satu kali. Sehingga kalimat (c) adalah kalimat yang memiliki dua predikat dan dinyatakan dengan satu subjek. Yang terjadi pada kalimat (c) adalah pelesapan dua subjek yang sama disebutkan satu kali.
Setelah subjek itu dilesapkan maka yang terjadi adalah sebuah kalimat dengan satu subjek dan dua predikat. Jika batasan klausa adalah predikat, kalimat (c) memiliki dua klausa. Kalimat dengan pola semacam itu disebut kalimat majemuk.
Kalimat (c) merupakan hasil penggabungan dari kalimat (a) dan (b). Oleh karena itu kedua klausa yang terdapat pada kalimat (c) memiliki kedudukan yang sama atau setara. Kalimat dengan pola lebih dari satu klausa dengan hubungan yang setara pada masing-masing klausa, disebut kalimat majemuk setara.
Antara satu klausa dengan klausa yang lain dihubungkan dengan sebuah konjungsi. Dari jenis konjungsi yang digunakan itulah dipilah ada 6 jenis kalimat majemuk setara.
(a) Setara menggabungkan, dengan konjungsi dan
(b) Setara memilih, dengan konjungsi atau
(c) Setara urutan waktu, dengan konjungsi lalu, kemudian
(d) Setara menguatkan, dengan konjungsi bahkan, lagi pula
(e) Setara sebab akibat, dengan konjungsi karena, sebab
(f) Setara mempertentangkan, dengan konjungsi tetapi
2. Pemakaian Kata-Kata yang Berhomonim dalam Kalimat
Perhatikan contoh berikut!
Meskipun telah dua kali disaring, air dari kali ini masih tetap keruh.
Jika kalian perhatikan, pada kalimat tersebut digunakan dua kata yang sama persis dalam tulisan maupun ucapan tetapi dengan makna yang berbeda. Kata kali pada bagian awal memiliki arti tingkat keseringan atau frekuensi, sedangkan kata kali yang kedua adalah padanan dari kata sungai. Sebuah kata digunakan pada dua tempat dengan bentuk dan ucapan yang sama tetapi memiliki arti yang berbeda disebut homonim.


Penganalisisan Unsur-Unsur Syair 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Menganalisis unsur-unsur syair yang diperdengarkan
Pada Pelajaran 2, kamu telah mendengarkan pembacaan puisi lama, yaitu syair. Sekarang kamu akan menganalisis syair dilihat dari berbagai unsur yang terkandung dalam syair tersebut. Unsur itu meliputi tema, isi, pesan, rima, jumlah suku kata, jumlah baris, dan jumlah bait dalam syair. Untuk membantu dalam menganalisis syair, bacalah kembali ciri-ciri syair
pada pembelajaran yang lalu.

Dengarkan pembacaan penggalan syair berikut ini!

   SYAIR KEN TAMBUHAN
         (cerita Panji)
Lalulah berjalan Ken Tambuhan
Diiringkan penglipur dengan tadahan
Lemah lembut berjalan perlahan-lahan
Lakunya manis memberi kasihan
Tunduk menangis segala puteri
Masing-masing berkata sama sendiri
Jahatnya perangai permaisuri
Lakunya seperti jin dan peri
Perhatikan bait 1 penggalan syair di atas!
Lalulah berjalan Ken Tambuhan             : terdiri atas 10 suku kata
Diiringkan pengliur dengan tadahan      : terdiri atas 12 suku kata
Lemah lembut berjalan perlahan-lahan : terdiri atas 12 suku kata
Lakunya manis memberi kasihan          : terdiri atas 11 suku kata

Jika dilihat pola persajakan adalah aa aa, setiap bait terdiri atas 4 baris, setiap baris terdiri atas 4 kata, dan keempat barisnya merupakan isi.



Penulisan Cerpen 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Menulis kembali dengan kalimat sendiri cerita pendek yang pernah dibaca
Pada pembelajaran ini, kamu akan belajar menuliskan kembali isi cerpen yang pernah kamu baca. Hal itu merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap sesuatu yang pernah kamu baca.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis kembali cerpen adalah

  1. menentukan tema;
  2. menampilkan tokoh;
  3. menentukan latar baik tempat, waktu, atau suasana;
  4. menentukan alur cerita.
Bacalah cerpen berikut!

                                                                 KERBAU PAK BEJO
                                                                 Karya: Riannawati
“Perumahan ini akan indah jika tidak ada kotoran kerbau!” Begitulah kira-kira yang diinginkan oleh seluruh warga Griya Baru Permai. Bayangkan, di zaman modern begini masih ada kotoran kerbau di jalan? Mobil dan motor cling yang keluar dari rumah-rumah mewah di sana setiap pagi mau tak mau melindas sesuatu yang menjijikkan berwarna hijau kekuningan itu. Belum lagi baunya yang menyengat. “Pak Bejo itu apa nggak punya perasaan!” umpat seorang wanita yang berdandan menor.
Laki-laki di sampingnya yang sedang mengemudi ikut memasang tampang cemberut. Begitu, juga pengendara motor yang meliuk-liuk menghindari kotoran kerbau itu.
“Kerbau sialan!”
Dan, berbagai keluhan lainnya. Selama ini kejengkelan itu mereka pendam. Warga sepakat untuk berkumpul di rumah Pak RT. Unek-unek mereka ditumpahkan di sana.
“Dulu saat perumahan itu dibangun, posisi rumah Pak Bejo memang sudah ada di sana. Setiap kali hendak ke sawah untuk membajak, ya, jalan ini yang dilewati Pak Bejo,” ujar Pak RT menjelaskan.
“Jadi, kalau sekarang jalan sini sudah halus dan banyak perumahan bagus berdiri bukan salah Pak Bejo. Ya, memang jalannya lewat depan rumah Bapak-Ibu semua!”
“Betul Pak RT, tapi kan harusnya Pak Bejo mengerti, kalau lingkungannya sekarang bukan seperti dulu lagi. Tetangganya pun jauh berbeda,” ucap Pak Herman, seorang manajer perusahaan tekstil di kota itu.
“lya, Pak RT. Masak tiap pagi kita ditambahi sarapan yang lain. Melihatnya saja saya mual,” kali ini suara Ibu Arini, wanita karier yang memiliki beberapa butik.
“Merusak kebersihan perumahan!”
“Membawa virus penyakit!”
“Polusi udara!”
Segala protes dilayangkan warga kepada Pak RT agar Pak RT langsung bilang pada Pak Bejo, warga tentu saja tak berani. Pak Bejo adalah sesepuh di wilayah itu. Suaranya selalu terdengar dari musala samping rumahnya ketika waktu salat tiba.
“Saya ingin membeli kerbau Pak Bejo. Sepertinya kok kerbau itu membawa rezeki, ya,” Pak Hardian meminta langsung pada Pak Bejo yang nampak terkejut.
“Sampeyan itu pegawai kantor ngapain mau beli kerbau?” Pak Bejo terkekeh-kekeh. Giginya yang tak lagi lengkap kelihatan. “Memangnya sampeyan punya sawah untuk dibajak?”
“Nggg...ti tidak...tapi...” Pak Hardian gugup. “Saya ingin memberikan kerbau itu untuk keponakan saya yang ada di kampung,” jawabnya lega karena menemukan alasan yang tepat.
“Walah... Pak, sampeyan ini kok lucu, di kampung kan lebih banyak kerbau yang dapat dibeli, lebih murah dan lebih dekat. La... kalau kerbau saya harus diangkut-angkut, nambahi ongkos!” lagi-lagi Pak Bejo tertawa.
Pak Hardian tak menyerah, “Tapi saya ingin kerbau Pak Bejo, sepertinya membawa untung begitu!” ujarnya sambil tersenyum ramah.
“Membawa untung apa? Sampeyan itu syirik Io kalau bilang begitu! Kerbau, ya, kerbau, yang ngasih untung itu Gusti Allah. Kalau saya untung, ya,karena saya memakai kerbau itu untuk membajak sawah,” jawab Pak Bejo, tegas.
“Maaf, Pak Hardian. Saya tidak menjual kerbau saya!”
“Sawah? Sawah yang mana?” tanya Pak Bejo kepada Pak Romli, yang datang ke rumahnya hendak membeli sawahnya.
“Yang di selatan jalan, Pak, yang sering Bapak bajak itu!”
“La nanti kalau sawah itu saya jual, saya kerja apa?” Pak Bejo malah balik bertanya. Pak Romli garuk-garuk kepala. Setelah Pak Hardian gagal dengan rencana pertama, gilirannya menjalankan rencana kedua. Kalau Pak Bejo tidak punya sawah untuk dibajak, kemungkinan besar kerbaunya akan dijual juga. Itu berarti keinginan warga akan segera terpenuhi.
“Hasil penjualan sawah nanti kan dapat untuk modal usaha, Pak. Saya janji akan membelinya dengan harga tinggi!” rayu Pak Romli. Pak Bejo termangu.
“Saya tidak akan menjual sawah saya!” bentak Pak Bejo seperti kehilangan kesabarannya. Warga kembali berkumpul di rumah Pak RT. “Bagaimana Pak, kita sudah mencoba semua rencana yang kita susun. Tetapi, tetap saja Pak Bejo nggak mau menjual kerbaunya,” suara Pak Hardian.
“lya, malah kita kena malu karena Pak Bejo akhirnya marah,” Pak Hasan menimpali. Semuanya terdiam sesaat.
“Apa nggak sebaiknya kita ngomong baik-baik dengan Pak Bejo?” Pak RT kembali membuka pembicaraan. Yang duduk di sekelilingnya saling pandang.
“Kita sampaikan kalau kotoran kerbaunya benar-benar mengganggu warga.”
“Assalamu’alaikum!” tiba-tiba terdengar salam dari pintu luar. Sosoknya yang telah sepuh dengan kulit legamnya karena terbakar terik matahari tersenyum ramah kepada semua yang di dalam rumah. Orang yang mereka bicarakan tiba-tiba datang. Tak ada yang tahu Pak Bejo sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka. Persis yang telah diduga Pak Bejo sebelumnya.
“Maaf Bapak-bapak, saya mengganggu,” kata Pak Bejo, lembut. Tak ada nada kemarahan dalam raut wajahnya yang penuh guratan karena dimakan usia. Pak Bejo hanya ingin menjelaskan semuanya.
“Saya tahu maksud panjenengan semua itu baik,” lanjutnya. “Tapi izinkan saya menjelaskan,” Pak Bejo menatap satu-satu wajah tetangganya.
“Saya ini orang desa, yang tidak bisa bekerja apa-apa selain di sawah dan memelihara kerbau. Saya minta maaf, kalau selama ini membuat resah warga sini,” Pak Bejo tertunduk. Semua tak ada yang bersuara.
“Saya tahu kotoran kerbau saya mengganggu panjenengan semua, tapi kalau kerbau itu saya jual, berarti saya nggak punya pekerjaan. Lalu saya mau makan apa?” suaranya melemah.
“Setiap pagi saya ke sawah membajak satu-satunya jalan, ya, lewat depan rumah Bapak-bapak semua. Kalau tiba-tiba di situ kerbau saya e-ek, saya juga nggak dapat ngelarang dia” Hening sesaat.
Semua larut dalam rasa serba tak enak. Perasaan bersalah perlahan-lahan merayapi hati. Kerbau dan pekerjaan Pak Bejo adalah penghidupannya. Kalau kemudian gara-gara pekerjaan itu warga tak berkenan, apakah kemudian begitu saja dia melepaskan sumber penghidupannya?
“Maafkan saya...tapi tolong beri saya solusi,” ujar Pak Bejo terpatah-patah. Sudut matanya berair. Pekerjaan baginya adalah harga diri. Kerbau itulah harga dirinya. Harga dirinya sebagai laki-laki.
Sumber: Solo Pos, 31 Agustus 2007

Penulisan Iklan Baris 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Menulis iklan baris dengan bahasa yang sigkat, padat dan jelas
Iklan baris adalah iklan singkat (kecil) yang terdiri atas beberapa baris. Iklan baris disebut juga iklan mini. Tentu kalian sering menemukan iklan seperti itu di surat kabar atau majalah. Tujuan iklan itu tidak berbeda dengan iklan yang lain, yaitu untuk memberi tahu, mengajak, atau menawarkan suatu produk barang atau jasa kepada pembaca.

Iklan baris dituliskan secara singkat dengan singkatan yang biasa digunakan. Hal itu dilakukan karena pembayaran pemasangan iklan baris bergantung pada jumlah baris. Meskipun ditulis singkat serta menggunakan banyak singkatan, tetapi maksudnya harus dapat atau mudah dipahami oleh pembaca.

Perhatikan contoh penulisan iklan baris berdasar ilustrasi ini!

Pak Andi ingin menjual rumah yang berlokasi di Kartosuro, Surakarta dengan luas tanah
dan 350 m2 luas bangunan 300 m2. Rumah tersebut ditawarkan dengan harga 800 juta
rupiah dan masih dapat dinego. Fasilitas yang ada, antara lain listrik dan telepon. Lokasi
strategis, pinggir jalan (cocok untuk usaha). Yang berminat dapat menghubungi Pak Andi
dengan nomor telepon (0271) 730567 atau HP. 081458303058.
Iklan baris berdasar ilustrasi di atas sebagai berikut :

         JL. RMH Ktsuro-Ska, LT 350 m2 LB 300 m2
Hrg 800 jt, nego, Fas: List, Tlp, Strgs pgr jl/Cck utk ush.
      Hub: Andi (0271) 730567 HP. 081548303058

Agar lebih jelas, perhatikan kepanjangan singkatan kata tersebut di bawah ini :
JL      : jual                       list               : listrik
RMH : rumah                   tlp               : telepon
LT     : luas tanah             strgs           : strategis
LB    : luas bangunan       pgr jl           : pinggir jalan
Hrg  : harga                     Cck utk ush : cocok untuk usaha
jt      : juta                        hub              : hubungi
Fas   : fasilitas

Penyimpulan Dialog Interaktif 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Menyimpulkan isi dialog interaktif beberapa narasumber pada tayangan televisi/siaran radio


Berdialog tentang peristiwa

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita terlibat dalam suatu percakapan. Percakapan terjadi karena ada masalah yang dibahas, disitulah kita dapat menyampaikan pendapat, gagasan, atau pengalaman. Suatu dialog dapat dipahami dengan jelas apabila :

  1. Terdapat kejelasan ucapan dalam dialog
  2. Sikap-sikap pendukung pada waktu berdialog
  3. Terdapat kejelasan isi yang dibahas
Bahasa dalam dialog/percakapan harus disesuaikan dengan situasi. Jika situasi dialog resmi, menggunakan bahasa baku. Jika situasi tidak resmi, menggunakan bahasa nonbaku.

Contoh dialog :
Tina      : apa kamu nggak ngedenger kejadian kemaren sore ?
Neneng : nggak tuh. Emangnya ada kejadian apa ?
Tina      : itu-tu seorang pencuri kendaraan bermotor yang tertangkap dan lalu dihakimi massa.
Neneng : oh itu, aku sih ngedenger, tapi tak begitu banyak.
Tina      : kasihan sekali tuh pencuri.
Neneng : salah sendiri! Kenapa mencuri, coba kalau tidak mencuri pasti juga nggak digebukin massa.
Tina      : neng! Negara kita adalah negara hukum. Jadi, lebih bijaksana bila tertangkap langsung diserahkan pada yang berwajib, biar diproses secara hukum.
Neneng : benar juga kamu.
Dari dialog diatas kita dapat melihat bahwa disana ada sebuah masalah yang disajikan, maka dengan begitu kesimpulan akan kita dapat dengan melihat permasalahan apa yang dibicarakan dalam dialog antara tina dan neneng diatas.

Dialog adalah percakapan antara dua orang atau lebih. Mendengarkan dialog merupakan kegiatan menyimak yang memerlukan konsentrasi untuk memperoleh informasi dan untuk memahaminya. Radio dan televisi merupakan media elektronik yang dapat menjadi sumber berita dan informasi. Di media tersebut, kita dapat mendengar atau melihat acara dialog. Dengan mendengarkan dialog antartokoh, kita akan dapat memahami pandangan setiap tokoh terhadap suatu masalah. Setelah mendengarkan dialog, kita harus mampu menyimpulkan isinya dan memahami informasi yang terdapat dalam dialog tersebut.
Tutuplah buku pelajaranmu, dengarkan dialog yang akan dibacakan oleh gurumu atau rekaman berikut!

Ade                  : Apa yang dimaksud dengan gas metana?
Hery Haerudin : Istilah lain dari gas metana adalah gas rawa. Istilah itu diambil karena rawa banyak
                          mengandung gas metana. Coba saja kita tancapkan bambu di rawa. Kalau disulut api,
                          bambu pasti meledak, semacam ledakan kecil. Ledakan terjadi melalui pembusukan dari
                          dalam bambu tersebut sehingga membentuk gas metana yang menyemburkan api.
Ade                  : Apakah biogas juga banyak mengandung gas metana?
Hery Haerudin : Ya. Gas metana terkandung dalam biogas, yakni melalui pembusukan dibantu dengan
                          unsur mikroba atau bakteri yang mempercepat pembentukan gas tersebut. Gas metana
                          berasal dari hasil limbah peternakan dan pertanian.
Ade                  : Bagaimana cara mengembangkannya?
Hery Haerudin : Suatu area peternakan dan pertanian luas dapat digunakan sebagai sumber energi biogas
                          alternatif. Caranya, kotoran dan limbah pertanian ditampung dalam tangki tertutup yang
                          bentuknya seperti lonceng terbalik. Melalui proses itu, akan dihasilkan gas metana yang
                          dapat mengeluarkan energi untuk kebutuhan pemanasan.
Ade                  : Apa keuntungan penggunaan biogas sebagai energi alternatif?
Hery Haerudin : Energi alternatif yang dihasilkan tergolong energi terbaru. Energi itu tidak merusak lingkungan
                          sehingga kita tidak bergantung pada energi dari fosil bumi atau minyak bumi. Energi tersebut
                          juga tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan, seperti polusi atau pencemaran.
Ade                  : Apakah biogas dapat dimanfaatkan menjadi energi gerak atau listrik?
Hery Haerudin : Hal itu sangat dimungkinkan sebab gas metana yang dihasilkan dapat membakar dan
                          menjadi energi gerak berupa energi listrik. Tentu saja perlu ada instalasi tambahan. Misalnya,
                          dibuatkan turbin atau peralatan lain untuk menghasilkan energi listrik. Dari turbin itu,
                          dihasilkan energi listrik. Kemudian, energi tersebut disimpan.
Ade                  : Dari segi biaya apakah relatif murah?
Hery Haerudin : Saya kira penggunaan dan pembuatan biogas untuk kebutuhan sehari-hari secara ekonomi
                          masih terjangkau. Dananya relatif murah dengan catatan tersedia banyak bahan baku
                          biogas. Semakin banyak sumber alam, produksi energi biogas yang dihasilkan juga semakin
                          banyak. Tentu, hal itu akan lebih hemat biaya karena energi listrik dari biogas tidak
                          memerlukan kabel untuk memasok listrik.


Penyuntingan Karangan 9.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari
Untuk materi ini mempunyai 1 Kompetensi Dasar yaitu:

Kompetensi Dasar :

  1. Menyunting karangan dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata.

Karangan

Dalam karangan terdapat paragraph. Sebaiknya sebelum mengembangkan paragraph dibuat kerangka paragraph terlebih dahulu.
Kerangka paragraph terdapat satu pikiran utama atau gagasan pokok dan satu atau beberapa pikiran penjelas. Pikiran utama dan pikiran penjelas setelah dituangkan ke dalam paragraph (karangan) disebut kalimat utama dan kalimat penjelas.
Kalimat utama adalah kalimat yang merupakan inti atau permasalahan dalam paragraph, sedangkan kalimat penjelas adalah kalimat yang menjelaskan kalmat utama.
Sebuah paragraph yang baik harus memiliki satu pikiran utama, memiliki koherensi atau kepaduan. Kepaduan maksudnya paragraph dibangun oleh kalimat-kalimat yang berhubungan.
Contoh :
Teto mempunyai hobi olehraga. Ia menyenangi olah raga karena dengan berolah raga membuat badan Teto tidak mudah terserang penyakit. Setiap pagi Teto selalu berlari pagi sebelum berangkat ke sekolah. Di waktu siang menjelang sore Teto sudah siap bersama teman-temannya untuk bermain sepakbola di lapangan tak jauh dari tempat tinggalnya.
Menyunting atau mengedit adalah memperbaiki tulisan atau naskah karangan agar terhindar dari kesalahan sehingga layak baca atau layak terbit. Hal-hal yang perlu disunting adalah kesalahan ejaan, tanda baca, diksi (pilihan kata), ketidakefektifan kalimat, dan ketidakpaduan paragraf. Untuk dapat menyunting tulisan atau naskah dengan baik, diperlukan pengetahuan tentang kebahasaan dan pengetahuan tentang isi tulisan. Kita harus mengetahui ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, dan ketepatan paragraf sehingga akan memperoleh suntingan yang baik. Orang yang bertugas menyunting tulisan atau naskah disebut editor atau penyunting. Biasanya, secara profesional, para penyunting bekerja di usaha penerbitan, percetakan buku, majalah, atau surat kabar.
Bacalah teks bacaan berikut dengan teliti!

                                            SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA AMBURADUL

Sekarang ini untuk masuk sekolah dasar (SD), pihak sekolah mewajibkan anak-anak sudah harus dapat membaca dan menulis. Di sini kita berbicara tentang SD Negeri yang notabene 100% mengikuti sistem pendidikan dari pemerintah. Setahu saya, membaca dan menulis baru diajarkan di tingkat sekolah dasar.
Hal yang menyedihkan bagi para orang tua adalah kenyataan bahwa di taman kanak-kanak (TK) tidak diajarkan membaca dan menulis. Bahkan, di TK Negeri Percontohan di Jakarta pun tidak diajarkan membaca dan menulis sehingga para orangtua seperti saya harus mencari les tambahan bagi anak untuk dapat sekadar lolos masuk ke SD.
Kesimpulannya, antara TK dan SD tidak nyambung. Pemerintah sepertinya ingin mengejar ketertinggalan SDM Indonesia dari negara lain dengan cara instan. Kegagalan sistem pendidikan kita selama ini harus dibayar oleh anak-anak SD dengan melupakan pelajaran dasar yang mudah dan menggantinya dengan pelajaran yang sulit untuk usianya. Sistem pendidikan di Indonesia amburadul. Bagaimana ini Departemen Pendidikan Nasional? RIZKY YALDI
Sumber: Kompas, 26 Agustus 2007

a. Menyunting penulisan ejaan
    Contoh:
    Dia duduk di antara saya dan Melani = salah
    Dia duduk di antara saya dan Melani = benar
b. Menyunting tanda baca
    Contoh: Bagaimana ini Departemen Pendidikan Nasional. (salah)
    Bagaimana ini Departemen Pendidikan Nasional? (benar)
c. Menyunting diksi atau pilihan kata
    Contoh:
    sistim (tidak baku) sistem (baku)
    nyambung (tidak baku) menyambung atau berhubungan (baku)
d. Menyunting keefektifan kalimat
    Contoh :
    - Di sini kita ini berbicara tentang SD Negeri yang notabene 100%
       mengikuti sistem pendidikan dari pemerintah.
    - Kita berbicara tentang SD negeri yang notabene 100% mengikuti
      sistem pendidikan dari pemerintah.